Transformasi Standar Voluntary-Mandatory, Sebuah Keniscayaan

Penulis

  • Indah Rahmawati

Abstrak

“Konsep standar voluntary  (sukarela) dipandang tidak akan cukup memitigasi dan melakukan pemantauan. Standardisasi yang dibangun secara sukarela (voluntary), implikasinya adalah tidak dapat memastikan penerapannya. Konsep mandarory (wajib) harus segera dijalankan. Lebih jauh lagi - pengetatan-pengetatan standar perlu dimulai, membuat prioritas - upaya lebih kuat, upaya lebih cepat”.

Rencana akan dibangunnya sebuah investasi atau usaha yang berdampak pada lingkungan seringkali menuai polemik. Pembangunan infrastruktur, perumahan, apartemen, pabrik, reklamasi pesisir/pantai untuk investasi pariwisata, kegiatan pertambangan batu bara dan migas adalah segelintir dari banyaknya usaha/kegiatan berisiko yang menimbulkan pro dan kontra masyarakat atau kelompok masyarakat.


Kekhawatiran akan timbulnya pencemaran air/udara/tanah, kerusakan sumberdaya alam, hilangnya biodivesitas, hilangnya mata pencaharian dan dampak kerusakan baik ekologis, sosial maupun ekonomi lainnya menjadi dasar aksi penolakan. Suatu kekhawatiran yang tidak berlebihan karena hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta penghidupan yang layak merupakan hak asasi setiap manusia. Sementara itu pembangunan dan kegiatan ekonomi yang memanfaatakan sumberdaya alam cenderung berimplikasi pada lingkungan dan kecukupan lahan/hutan. Lantas apakah tidak akan ada pembangunan dan investasi?

Unduhan

Data unduhan belum tersedia.

Diterbitkan

31-01-2023

Cara Mengutip

Rahmawati, I. (2023). Transformasi Standar Voluntary-Mandatory, Sebuah Keniscayaan. STANDAR: Better Standard Better Living, 2(1), 1–2. Diambil dari https://majalah.bsilhk.menlhk.go.id/index.php/STANDAR/article/view/109