MANFAAT EKOLOGI, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA PENGEMBANGAN KHDTK SEBAGAI OBJEK WISATA ALAM

Penulis

  • Lukman Hakim Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan Yogyakarta

Kata Kunci:

Ekologi, Ekonomi, KHDTK, Wisata Alam

Abstrak

Degradasi hutan terjadi seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kemajuan ilmu dan teknologi. Kegiatan eksploitasi hutan alam yang bersifat ekstraktif dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia menyebabkan kemerosotan secara kualitas maupun kuantitas hutan pada level genetik, jenis, maupun ekosistem (Simon, 1999). Menurut penulis yang sama (2009:2010), paradigma pengelolaan hutan di Indonesia secara umum dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu: 1). Timber Ekstraction; 2). Timber Management; 3). Forest Resources Management, dan 4). Forest Ecosystem Management.


Paradigma pertama dalam pengelolaan hutan terjadi pada zaman VOC (abad 17-18), dengan menebang/memanen hutan alam Jati di Jawa yang akhirnya habis dalam waktu kurang lebih 1 abad karena tidak ada penanaman kembali. Paradigma kedua pada zaman Hindia Belanda pada abad 19-20. Setelah hutan alam Jati di Jawa habis, maka untuk memenuhi kebutuhan industri berbahan baku kayu, perlu penanaman kembali (rehabilitasi) dengan mengembangkan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB). Paradigma ketiga dan keempat masuk dalam era Perhutanan Sosial (PS) yang mulai berkembang di Indonesia pada era tahun 1970-an. Program PS ini semakin bergaung pada Kongres Kehutanan di Jakarta pada tahun 1978 dengan tema, “Forest for People”.

Unduhan

Data unduhan belum tersedia.

Diterbitkan

31-07-2023

Cara Mengutip

Hakim, L. (2023). MANFAAT EKOLOGI, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA PENGEMBANGAN KHDTK SEBAGAI OBJEK WISATA ALAM. STANDAR: Better Standard Better Living, 2(4), 36–41. Diambil dari https://majalah.bsilhk.menlhk.go.id/index.php/STANDAR/article/view/146